Pengidap virus hepatitis B merupakan masalah kesehatan, karena mempunyai prevalensi tinggi, terutama di Asia dan Afrika. Penanggulangan secara kedokteran barat masih menjumpai banyak kendala pengobatan masih bersifat suportif, sedangkan pengobatan dengan interferon belum memuaskan, selain mahal dan banyak efek samping. Akupunktur dapat mencegah berlanjutnya proses pada pengidap virus hepatitis B dengan cara menguatkan daya tahan tubuh dan mengusir faktor patogen.
Infeksi virus hepatitis B saat ini mulai merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar serta serius, karena selain manifestasinya sebagai penyakit hepatitis virus B akut beserta kompiikasinya, Lebih penting ialah dalam bentuknya sebagai pengidap HBsAg kronik, yang dapat merupakan sumber penularan bagi lingkungannya.
Setiap tahun jumlah pengidap makin bertambah, karena reservoir pengidap virus hepatitis B yang cukup besar merupakan wadah penularan yang terus menerus untuk sekitarnya. Saat ini di seluruh dunia diperkirakan lebih 300 juta orang pengidap virus hepatitis B persisten, hampir 74% (lebih dari 220 juta) pengidap virus hepatitis B bermukim di negara-negara Asia . Di Indonesia prevalensi pengidap virus hepatitis B memperlihatkan adanya variasi yang besar, berkisar dari 2¬19%, menurut WHO termasuk dalam negara dengan katagori prevalensi sedang sampai tinggi .
Hasil pengobatan hepatitis B sampai saat ini masih mengecewakan, sebagian akan berlanjut ke taraf sirosis hati dan kanker hati. Vaksinasi memberikan harapan, tetapi dampaknya bagi masyarakat baru akan terlihat sesudah puluhan tahun kemudian, apalagi dengan biaya vaksinasi yang belum terjangkau oleh sebagian besar masyarakat kita.
Saat ini akupuntur memberikan harapan dalam terapi, karena akupunktur dapat meregulasi imunitas tubuh, baik yang pun yang non spesifik, sehingga akan meningkatkan daya tahan tubuh, termasuk di dalamnya terhadap hepatitis B.
Wang Xinyao dan Qiu Maoliang melakukan terapi akupunturpada pengidap virus hepatitis B dengan hasil 72,86% efektif. Sedangkan di Indonesia saat ini belum ada penelitian mengenai hasil pengobatan dengan akupunktur pada pengidap virus hepatitis B.
Pengidap virus hepatitis B adalah individu yang terkena infeksi virus hepatitis B (HBV), tetapi tidak menderita penyakit hati akibat infeksi tersebut, walaupun dia dapat menjadi sumber penularan.
Pengertian ini sulit diterapkan untuk infeksi HBV, karena sulit untuk memastikan ada atau tidaknya kelainan hati pada seorang pengidap, tanpa melakukan suatu pemeriksaan yang invasif (biopsi hati). Karena itu dibuat suatu definisi operasional yang praktis pengidap virus hepatitis B yaitu adanya HBsAg yang positif tanpa gejala, tanpa melihat ada atau tidaknya kelainan hati.
Virus hepatitis 8 tampak di bawah mikroskop elektron sebagai partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut partikel Dane. Lapisan luar virus ini terdiri atas antigen,disingkat HBsAg. Antigen permukaan ini membungkus bagian dalam virus yang disebut partikel inti atau core. Partikel inti ini berukuran 27 nm dan dalam darah selalu terbungkus oleh antigen permukaan. Sedangkan antigen permukaan selain merupakan pembungkus partikel inti, juga terdapat dalam bentuk lepas berupa partikel bulat berukuran 22 nm dan partikel tubular yang berukuran sama dengan panjang berkisar antara 50-250 nm.
1. Penularan melalui kulit Virus hepatitis B tidak dapat menembus kulit yang utuh, maka infeksi HBV melalui kulit hanya dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu dengan ditembusnya kulit oleh tusukan jarum atau alat lain yang tercemar bahan infektif, atau melalui kontak antara bahan yang infektif dengan kulit yang sudah mengalami perubahan/lesi.
2. Penularan melalui mukosa Mukosa dapat menjadi port d'entre infeksi HBV, yaitu melalui mulut, mata, hidung, saluran makan bagian bawah, alat kelamin.
Pengidap HBsAg merupakan suatu kondisi yang infeksius untuk lingkungan karena sekret tubuhnya juga mengandung banyak partikel HBV yang infektif; saliva, semen, sekret vagina. Dengan demikian kontak erat antara individu yang melibatkan sekret-sekret tersebut, dapat menularkan infeksi HBV, misal perawatan gigi, dan yang sangat penting secara pidemiologis adalah penularan melalui hubungan seksual.
Pola penularan vertikal yaitu dari ibu hamil yang mengidap infeksi HBV kepada bayi yang dilahirkan. Penularan infeksi HBV terjadi saat proses persalinan oleh karena adanya kontak atau paparan dengan sekret yang mengandung HBV (cairan amnion, darah ibu, sekret vagina) pada kulit bayi dengan lesi (abrasi) dan pada mukosa (konjungtiva); penularan mungkin juga terjadi karena tertelannya cairan amnion yang mengandung HBsAg oleh neonatus. Hanya sebagian kecil dari penularan vertikal, 5¬10%, terjadi pranatal, yaitu transpiasental (in-utero).
Diagnosis Penyakit
Ditemukan HBsAg positif pada darah penderita.
Sampai saat ini belum ditemukan pengobatan yang spesifik untuk infeksi virus hepatitis B. Pengobatan umumnya bersifat suportif. Terapi anti viral dengan pemberian interferon atau adenin arabinosa masih dalam penelitian, hasilnya masih belum memuaskan dan efek sampingnya banyak.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Wang Xinyao dan Qiu Maoliang, pengidap virus hepatitis B dapat ditemukan dalam 3 tipe kelainan, yaitu :
1. Insufisiensi limpa : Sedikit kelainan, berat badan normal atau sedikit gemuk, lidah pucat dan besar, selaput lidah putih tipis atau tipis kotor, nadi pelan atau pelan halus.
2. Insufisiensi limpa dengan reak panas : Sedikit kelainan, berat badan normal atau sedikit gemuk, lidah merah muda atau sedikit merah, selaput lidah tipis kuning atau kuning kotor, nadi halus dan licin atau lambat dan halus.
3. Defisiensi Yin : Tampak kemerahan di regio zygomatik, berat badan sedikit kurang, lidah merah dan pecah, selaput lidah tipis dan kering, nadi kecil dan halus atau kecil dan cepat.
Di samping itu, pada beberapa pengidap virus hepatitis B tidak ditemukan kelainan baik dalam lidah, nadi maupun berat badan.
Terapi yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mengusir faktor patogen. Titik utama yang dipakai adalah :
• Cu San Li (III,36), metode penguatan dan moksibusi
• Kuan Yen (XIII,4) atau Ci Hai (XIII,6), dengan moksibusi
• Ta Cui (XIV, 14), metode penguatan perlemahan
• San Jin Ciau (IV,6), metode penguatan perlemahan.
Titik tambahan :
• Sing Cien (XII,2), Yin Ling Cuen (IV,9) bila ada reak panas, dengan metode perlemahan
• Tai Si (V11I,3), dikuatkan bila ada defisiensi yin.
Penjaruman dan moksibusi Cu San Li (III,36) adalah untuk menguatkan limpa dan lambung. Moksibusi Kuan Yen (XIII,4) dan Ci Hai (XIII,6) untuk menguatkan ginjal serta memperkuat primordial Ci. Penjaruman San Jin Ciao (IV,6) adalah untuk membantu Cu San Li (III,36) menguatkan limpa dan lambung, juga untuk menghilangkan reak dan meregulasi Ci dan Sie. Penjaruman Ta Cui (XIV,14) adalah untuk memulihkan fungsi meridian Yang. Dengan menguatkan limpa dan ginjal, membersihkan panas dan menghilangkan reak, membuat vital Ci menang dan mengusir Ci jahat.
Penelitian Chou Yufeng dkk. memakai titik-titik yang sama untuk menginduksi interferon pada lekosit darah tepi; setelah diakupunktur selama 1,5 bulan didapat peningkatan kadar interferon, dan akan menurun secara perlahan setelah 3 bulan. Pada penderita dengan peningkatan kadar interferon, juga disertai penurunan titer HBsAg, sebagian menjadi negatif, HBeAg positif menjadi negatif, dan HBeAb negatif menjadi positif. Hal ini menunjukkan bahwa akupunktur dapat menghambat duplikasi HBV.
Untuk mendapatkan hasil yang baik dengan kadar interferon yang cukup tinggi harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Ketepatan memilih titik sesuai dengan gejala dan kelainan yang ditemukan.
2. Variasi dalam manipulasi jarum.
3. Istirahat yang cukup di selang waktu akupunktur.
No comments:
Post a Comment